Sesungguhnya segala puji bagi Allah. Kita memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan-Nya.
Dan kita berlindung kepada Allah dari jahatnya nafsu dan jeleknya amalan.
Barangsiapa yang diberi hidayah oleh Allah maka tiada yang mampu menyesatkannya dan barangsiapa yang telah disesatkan-Nya maka tiada yang mampu menunjukinya.
Selayaknya seorang muslim tidak meremehkan suatu perkara yang Allah malah menganggapnya besar dalam Al Qur’an. Dan rasul-Nya juga melakukan demikian.
Semoga shalawat dan salam tercurah atas beliau dengan sebaik-baik shalawat dan salam.
Dan juga membuat masalahnya besar.
Allah menyuruh untuk menjaganya dan menunaikannya dengan berjama’ah.
Allah mengabarkan bahwa sikap meremehkannya dan bermalas-malas menunaikannya termasuk sifat orang munafik. Allah mengatakan dalam Kitab-Nya yang Jelas:
“Jagalah shalat-shalat dan shalat wustha. Dan berdirilah (kalian semua) karena Allah (dalam shalat) dengan khusyu’ ” (Al Baqarah [2]: 238)
Penjelasan ayat 2:238 di atas ~> Shalat pilihan terdapat diantara shalat lima waktu. Menurut bacaan ialah shalat wustha, shalat pertengahan. Mana yang dinamakan shalat pilihan di antara shalat lima waktu itu ? pendapat yang terkuat mengatakan “Shalat Asar’.
Bagaimana seseorang akan dianggap “menjaga” shalat-shalat tersebut dan mengagungkannya,
bila kenyataannya dia tidak mau menunaikannya bersama saudara-saudaranya dan meremehkannya.
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan dirikanlah shalat dan tunaikan zakat serta ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’.”
(Al Baqarah [2]:43)
Ayat yang mulia ini mengaskan wajibnya shalat dengan berjama’ah.
Dan bersama-samanya orang yang shalat dalam shalat mereka.
Kalau maksudnya hanya menegakkannya saja,
tentu tidak akan sesuai dengan akhir ayatnya, yaitu:” Ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’.” Karena pada Allah memerintahkan untuk menegakkannya di awal ayat.
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman, artinya :
“Dan apabila kalian berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan seraka’at), Maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum shalat, lalu merekashalat bersamamu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata.”
(QS. An Nisa’ [4]: 102).
Walau dalam keadaan perang, Allah tetap mewajibkan shalat berjama’ah,
maka bagaimana pula dalam keadaan aman?!
Kalau seseorang diperbolehkan meninggalkan shalat berjama’ah,
tentu orang-orang yang sedang menghadapi musuh dan yang sedang bersiap menyerang mereka tentu lebih pantas untuk diperbolehkan meninggalkan shalat berjama’ah.
Ketika realitanya tidak demikian.
Tahukah kita bahwa menunaikan shalat dengan berjama’ah
adalah termasuk perkara wajib yang sangat penting.
Dan tidak boleh bagi seorang pun untuk terlambat darinya ?
Dalam shahih Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
“Saya sangat ingin agar ada yang memimpin pelaksanaan shalat, kemudian saya pergi bersama beberapa orang sambil membawa kayu bakar mendatangi rumah-rumah orang yang tidak mengikuti shalat berjama’ah, kemudian kubakar rumah mereka.”
Dalam shahih Muslim dari Abdullah bin Mas’ud radliyallahu ‘anhu, ia berkata: “Kami (para sahabat) berpendapat bahwa tidak ada orang yang meninggalkan shalat berjama’ah kecuali dia adalah seorang munafik atau orang sakit. Dan pada masa itu orang sakit dipapah untuk bisa sampai kemasjid melaksanakan shalat.”
Ibnu Mas’ud berkata lagi: “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamm telah mengajarkan kami Sunnah-Sunnah yang berisi hidayah, dan diantara Sunnah-Sunnah itu: Shalat di masjid yang disitu dilakukan adzan.”
Dalam shahih Muslim dari Ibnu Mas’ud juga, ia berkata:
“Siapa yang ingin bertemu dengan Allah esok hari dalam keadaan sebagai seorang muslim,
maka hendaklah dia menjaga shalat-shalat ini ketika diserukan adzan baginya.
Karena Allah telah mensyari’atkan Sunnah-Sunnah yang berisi petunjuk bagi Nabi kalian,
dan shala-shalat pada saat ada adzan baginya termasuk Sunnah-Sunnah yang berisi petunjuk itu. Kalau kalian shalat di rumah-rumah kalian , sebagaimana orang-orang yang tidak turut berjama’ah shalat di rumahnya, niscaya kalian akan meninggalkan Sunnah Nabi kalian.
Dan bila kalian meninggalkan Sunnah Nabi kalian, pasti kalian akan sesat.
Bila seseorang bersuci kemudian dia melakukannya dengan baik,
kemudian menuju salah satu mesjid,
Dan mengangkatnya karena satu langkah itu satu derajat.
Dan menghilangkan baginya karena langkah itu satu dosa.
Kami (para sahabat) berpendapat bahwa tidak ada seseorang yang tidak ikut berjama’ah,
kecuali doa seorang munafik yang tidak diragukan kemunafikannya.
Dan dimasa itu seseorang ada yang mendatangi masjid untuk shalat berjama’ah dalam keadaan dipapah dua orang sampai masuk kedalam shaf.”
Dalam shahih Muslim juga dari Abu Hurairah, radliyallahu ‘anhu, ia berkata:
“Ada seorang buta berkata: Wahai Rasulullah, saya tidak memiliki penunjuk jalan yang tetap ke mesjid. Maka apakah saya memiliki keringanan untuk boleh shalat di rumahku? Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya: Apakah engkau mendengar suara adzan memanggil untuk shalat? Kata orang itu: Ya. Kata Nabi: Maka penuhilah.”
Allah berfirman,artinya;
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya’ (dengan shalat) dihadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir) : tidak masuk ke dalam golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir). Barang siapa yang disesatkan Allah, maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya.”(An Nisa’ [4]: 142-143)
Karena meninggalkannya dalam penunaian dengan berjama’ah adalah sebab terbesar untuk meningalkannya secara menyeluruh. Dan kita sudah tahu bahwa meninggalkan shalat adalah kufur, sesat dan keluar dari Islam. Ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Antara seseorang dan antara kekufuran dan syirik adalah meninggalkan shalat.
”(HR Muslim dalam shahihnya dari Jabir radliyallahu ‘anhu)
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Perjanjian antara kita dengan mereka adalah shalat.
Maka siapa yang meninggalkannya, dia telah kafir.”
Ayat-ayat dan hadits-hadits yang menerangkan tentang pengagungan kepada masalah shalat,
wajib menjaganya dan menegakkannya sebagaimana yang disyri’atkan Allah SWT
serta peringatan kepada orang yang meninggalkannya, banyak sekali.
Maka wajib atas setiap muslim untuk mejaganya pada waktunya dan menegakkannya seperti yang disyari’atkan Allah. Dan agar menunaikannya bersama saudara-saudaranya dengan berjama’ah di rumah-rumah Allah. Sebagai sikap taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta sebagai sikap waspada dari kemurkaan Allah dan sakitnya hukuman-Nya.
Bila kebenaran telah tampak dan jelas dalil-dalilnya, tidak boleh bagi seorang pun untuk berkilah darinya dengan alasan apa pun. karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (Sunnah), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”(An Nisa’ [4]: 59)
Allah Subhanahu Wata’ala juga berfirman, artinya;
Kita tahu banyak sekali faedah dalam shalat berjama’ah, yang paling jelasnya adalah adanya sikap saling mengenal dan tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa, saling berwasiat dengan kebenaran dan saling berwasiat dengan kesabaran untuk terus mengamalkannya.
Juga di sana kita bisa memberikan semangat kepada orang-orang yang suka meninggalkannya, memberitahu kepada yang tidak mengetahuinya, menjauhi jalan mereka, menampakkan simbol-simbol Allah diantara hamba-Nya, mengajak kepada Allah dengan ucapan dan amalan dan banyak lagi faedah yang lainnya.
Semoga Allah memberi taufiqnya kepadaku dan juga kepada kalian untuk bisa mengamalkan apa-apa yang membuat-Nya ridha dan kebaikan dalam urusan dunia dan akhirat.
Dan semoga Allah melindungi kita semua dari kejelekan-kejelekan diri-diri kita dan amal-amal kita
serta melindungi kita agar jangan sampai meniru-niru sifat kaum munafik.
Karena Dia Maha Dermawan lagi Maha Mulia.
Wallahu’alam bishawab, wasallam.
Judul Asli: Rasa’il fit Thoharoti wash Sholah